Makalah ini saya susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Mu'amalah.
Saya posting makalah ini agar dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya. Bagi yang menginginkan silahkan di copy
al-Rahn Wa al-Qardl
Kata
Pengantar
Alhamdulillah
segala puja dan puji saya haturkan kepada Sang Maha Mengetahui yang telah
menyingkirakan kerikil – kerikil penghambat dalam pembuatan makalah ini.
Sholawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Makhluq Paling Sempurna, Nabi
Muhammad SAW yang selalu kita harap syafa’atnya kelak di hari kiamat.
Tulisan yang ada di hadapan saudara ini adalah
makalah yang membahas tentang al Rahn dan al Qardl. Merupakan makalah yang saya susun sebagai
bentuk pemenuhan tugas pada mata kuliah fiqih mu’amalah. Dalam pembuatan
makalah ini sempat bingung dan nyaris tidak dapat menyelesaikan makalan ini
yang disebabkan dua masalah vital yaitu kurangnya persiapan dan materi al
Rahn dan al Qardl yang begitu luas. Namun berkat pertolongan Allah
Sang Maha Pemberi pertolongan dan karena didorong keinginan memenuhi tuntutan
akhirnya
Saya
dapat menyelesaikan makalah ini walaupun dengan hasil akhir yang bisa dibilang
pas – pasan.
Harapan
saya semoga makalah ini bisa memberi manfaat bagi saya sendiri dan juga seluruh
pembaca makalah ini. Dan saya meminta kepada seluruh pihak untuk berkenan
mengahadiahkan kritik dan saran bagi saya agar dapat menjadi alat perbaikan
sehingga dapat menuliskan makalah yang lebih baik di masa mendatang.
Penyusun,
17 Oktober 2010
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Allah S.W.T telah menjadikan manusia sebagai makhluq social,
sehingga manusia saling membutuhkan antar sesama. Disebabkan itu akhirnya
terciptalah aktifitas saling tolong menolong, tukar menukar keperluan dalam
segala urusan kepentingan hidup masing – masing. Saling meminjam juga merupakan
salah satu dari beberapa aktifitas yang dilakukan manusia demi memenuhi
kebutuhan. Maka, agar aktifitas saling meminjami sebagai pemenuhan kebutuhan
manusia tidak melewati batasan – batasan yang ditentukan Sang Syari’ perlu
kiranya diadakan pembahasan mengenai Rahn dan Qardl.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Rahn?
2.
Apa rukun Rahn?
3.
Apa pengertian Qardl?
4.
Apa rukun Qardl?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
Mengetahui pengertian Rahn.
2.
Mengetahui rukun Rahn.
3.
Mengetahui pengertian Qardl.
4.
Mengetahui rukun Qardl.
BAB
II
PEMBAHASAN
i.
al Rahn
A.
Pengertian al Rahn
Lafadz al Rohn
(الرهن)
dalam bahasa arab dianggap bersinonim dengan
lafadz al Tsubut (الثبوت)[1]adalah
mashdar dari lafadz رهن – يرهن yang
dalam bahasa Indonesia setara dengan menggadaikan[2].
Jadi kata Indonesia yang dapat mewakili lafadz الرهن adalah gadai.
Sedangkan Rohn secara istilah adalah :
جعل عين مالية وثيقة بدين يستوفى منها عند
تعذّر وفائه[3]
Maksudnya ialah menjadikan barang yang mempunyai nilai
sebagai jaminan hutang yang nanti akan digunakan untuk membayar hutang ketika
kesulitan melunasinya.
B.
Hukum Rohn
dan Refrensinya
Hukum Rohn itu diperbolehkan seperti halnya jual beli[4]. Dalil
tentang kebolehan Rohn itu sesuai dengan al qur’an, yaitu Q.S Al Baqarah
ayat 283
وإن كنتم على سفر ولم تجدوا كاتبا فرهن مقبوضة
Dalam
ayat ini Allah memerintahkan kepada orang yang bertransaksi tanpa adanya katib
yang dapat menjaminnya untuk menggadaikan sesuatu miliknya kepada orang yang
dihutangi agar nanti barang yang digadaikan itu bisa menjadi jaminan atas
hutangnya, dengan harapan agar orang yang dihutangi bisa menghutangkan hartanya
dengan tenang. Selain itu agar orang yang hutang benar – benar melakukan
konsekuensinya sebagai orang yang hutang.[5]
Kebolehan
Rohn juga didukung hadist :
أن النبي صلى الله
عليه وسلم رهن درعه عند يهودي يقال له أبو الشحم على ثلاثين صاعا من شعير لأهله [6]
Dan ulama’ juga sepakat
mengenai kebolehan Rohn.
C. Rukun
– rukun Rohn
Rohn dapat dilaksanakan jika terdapat 3 hal, [7] yaitu :
1. عاقد
Adalah pelaku transaksi, yang terdiri dari pemilik barang
yang digadaikan ( الراهن )
dan pemberi
hutang yang juga sebagai penerima barang barang yang digadaikan ( المرتهن ). Sebagai pelaku transaksi rohn harus memenuhi 2 syarat yaitu
:
a. Melakukan
transaksi Rohn atas kehendaknya sendiri
b. Orang
yang mempunyai hak atas harta yang dijadikan obyek transaksi Rohn[8].
2. معقود عليه
Yaitu obyek transaksi, yang terdiri dari 2 unsur sebagai
berikut:
a. Barang yang
digadaikan ( المرهون ) Sesuatu bisa dijadikan
sebagai al Marhun harus memenuhi 2 syarat, yaitu :
§ Berupa
barang
§ Barang
yang syah diperjualbelikan.[9]
b. Hutang yang dijamin dengan penggadaian barang
( المرهون به ). Sedangkan al Marhun Bih
harus memenuhi 4 syarat, yaitu :
§ Berupa
hutang
§ Diketahui
ukuran dan sifatnya oleh ‘Aqid
§ Statusnya
ada
§ Merupakan
sesuatu yang tetap.[10]
3. الصيغة
Adalah ungkapan transaksi Rohn.
Adapun syarat – syarat Shighat dalam Rohn itu sebagaimana syarat
– syarat Shighat dalam jual beli (Bai’). Untuk lebih memperjelas perhatikanlah
contoh transaksi Rohn di bawah ini :
Udin adalah orang yang
mempunyai hutang kepada Rifqi senilai Rp 500.000,00.
Udin :
“ Aku gadaikan handphoneku ini kepadamu sebagai jaminan atas hutangku Rp
500.000,00 kepadamu”.
Rifqi : “ Saya terima”.
ii. al Qardl
A. Pengertian
al Qardl
Lafadz al Qardl ( القَرْض) secara bahasa adalah al Qath’a ( القَطْع) yang dalam bahasa Indonesia semakna dengan potongan[11]. Lafadz القَرْض yang
dalam bentuk pastnya adalah قَرَضَ jika diubah ke bentuk transitivenya yaitu اَقْرَضَ bermakna
meminjami[12].
Dalam pemaknaan al Qardl secara terminology ditemukan
perbedaan makna antara madzaahib, namun disini saya hanya akan mencantumkan
pendapat al Syafi’iyah, yaitu :
هو تمليك الشيء على
أن يرد مثله[13]
B. Hukum
Qardl
Hukum memberi hutangan kepada orang lain itu sunnah
berdasarkan hadits yang diriwiyatkan oleh imam Muslim :
من نفس عن أخيه كربة
من كرب الدنيا نفس الله كربة من كرب يوم القيامة و الله فى عون العبد ما دام العبد
فى عون أخيه[14]
C. Rukun
– rukun Qardl
Qardl mempunyai 4 rukun, yaitu :
1.
مقرِض
Adalah orang yang memberikan
pinjaman. Sebagai muqridl harus memenuhi syarat, yaitu :
a.
Atas kehendaknya sendiri
b.
Orang yang mempunyai
wewenang mentasarufkan harta yang dipinjamkannya
2.
مقترض
Yaitu orang yang menerima pinjaman yang
dipinjamkan oleh muqridl. Untuk menjadi muqtaradl harus memenuhi
2 syarat, yaitu :
a.
Atas kehendaknya sendiri
b. Orang yang punya kapasitas melakukan mu’amalah
3.
مقرَض
Adalah
sesuatu yang dipinjamkan
4.
الصيغة
Adalah ungkapan yang melambangkan
dilakukan transaksi Qardl[15]..
Contoh :
Rifqi : “ Saya hutangkan uangku Rp
10.000.000,00 ini kepadamu”
Udin : “ Saya terima”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bedasarkan uraian di atas, dapat saya simpulkan
beberapa kesimpulan antara lain :
1.
al Rahn secara bahasa adalah al Tsubut,
sedangkan secara istilah adalah :
جعل عين مالية وثيقة
بدين يستوفى منها عند تعذّر وفائه
2.
Rukun al Rahn itu ada 3, yaitu ‘Aqid,
al Ma’qud Bih, Shighat
3.
al Qardl secara bahasa adalah al Qath’a,
sedangkan secara istilah adalah :
هو تمليك الشيء على
أن يرد مثله
4.
Rukun al Qardl itu ada 4, yaitu al Muqridl,
al Muqtaradl, al Muqradl, al Shighat
B. Saran – saran
a.
Saya mengajak kepada teman – teman sekelas
untuk mencari lebih luas tentang al Rahn dan al Qardl karena
masih banyak hal mengenai al Rahn dan al Qardl yang belum bisa kami
bahas pada makalah kami ini.
b.
Saya mengajak kepada teman – teman untuk lebih meningkatkan
kualitas makalah yang akan datang dengan menganggap penugasan pembuatan makalah
bukan sebagai beban tapi sebagai kebutuhan kita sendiri.
Demikian
sajian makalah ini mudah – mudahan apa yang kami uraikan pada makalah ini bisa
memberi manfaat bagi kami dan yang mengkaji makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini pasti masih banyak
kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan pada penulisan makalah mendatang.
Daftar
Pustaka
§
Syaathiry, Ahmad Ibn Amr
al, al Yaqut al Nafis, al Haramain ( Sengqopuro );
§
al Anshory Abi Yahya Zakariya, Fath al Wahab, Dar
al Fikr ( Beirut : 1994 )
§
Kamus Al Munawir,
edisi II
§
al Jaziri, Abd al Rahman, Kitab
al fiqh ‘Ala al Madzhab al Arba’ah, Dar al Fikr (Bairut:2008), Juz 2,
§
al ‘Aziz , Zain al Din Ibn
Abd, Fath al Mu’in, Maktabah
Muhammad bin Ahmad Nabahan(Surabaya)
[1]
Ahmad Ibn Amr al Syaathiry, al Yaqut al Nafis, al Haramain ( Sengqopuro
), hal .82; Lihat juga: Abi Yahya Zakariya al Anshory, Fath al Wahab, Dar
al Fikr ( Beirut : 1994 ), Juz 1, hal. 226
[2] Kamus
Al Munawir, edisi II
[3]
Ahmad ibn Amr al Syaathiry, loc. cit.
[4]
Abd al Rahman al Jaziry, Kitab al fiqh ‘Ala al Madzhab al Arba’ah, Dar
al Fikr (Bairut:2008), Juz 2, Hal. 255
[5] Ibid,
hal. 256
[6] Hadits
ke 2069 dalam Kitab Shohih Bukhory
[7]
Abd al Rahman al Jaziry, op.cit., hal. 256 - 257
[8]
Ahmad Ibn ‘Amr al Syaathiry, op. cit., hal. 83
[9] Ibid
[10] Ibid
[11]
Kamus Al Munawir, edisi II
[12] Ibid
[13]
Abd al Rahman al Jazil, op.cit., hal. 270
[14]
Zain al Din Ibn Abd al ‘Aziz, Fath al
Mu’in, Maktabah Muhammad bin Ahmad Nabahan(Surabaya), hal 72
[15]
Ahmad Ibn ‘Amr al Syaathiry, op. cit., hal. 84 - 86
0 komentar:
Post a Comment