Buku Harian Jacket
Gerakan
jemari yang terdukung oleh hati yang ingin merubah kehidupan monoton yang penuh
tai asu dan was was.
Usaha
Rekonstruksi kehidupan
Aku awali judul tulisanku ini dengan
nama jacket, bukan merupakan bentuk legitimasiku atas laqob yang diberikan
teman-temanku kepadaku. Aku gunakan nama itu karena pengakuan terpaksaku karena
memang ternyata sebuah kebaikan yang dianut minoritas akan sangat sulit
diperjuangkan jika berhadapan dengan kebiasaan mayoritas. Selain itu juga
sebagai ungkapan bahwa keburukan walau dia dalam keadaan minoritas akan dengan
cepat menggrogoti kebaikan walaupun dianut mayoritas. Aku tak pernah menyatakan
aku setuju dengan laqob itu namun karena mayoritas temanku sepakat akhirnya
kemauanku yang minoritas tidak pernah terdengar. Ya sudahlah apa boleh buat.
Tapi aku tidak berhenti dalam kepasrahan langkah siasat masih mampu kulakukan
yaitu karena nama itu terkadang bertujuan sekunder untuk do’a, maka aku lakukan
siasat untuk tetap menjadikan laqob jakcket yang diberikan teman-temanku
bermakna positif. Jakcet adalah sebuah pelindung ketika orang kedinginan dengan
itu aku berharap aku juga bisa menjadi pelindung bagi orang yang membutuhkan
perlindunganku, walaupun setelah pemakai jaket terbebas dari kedinginan ia akan
menelantarkannya. Ya ikhlas sesuatu yang aku sudah paham teorinya, namun
ternyata prakteknya masih belum total, maka dalam laqobku kusisipkan do’a
semoga aku dianugrahi kemampuan menjadi manusia ikhlas.
Aku menggerakkan jemariku di keyboard
laptop temanku ini bertujuan agar aku bisa mengabadikan sesuatu yang aku alami dengan
harapan bisa membantuku dalam memahami kehidupan yang memang perlu benar-benar
dipahami agar dapat mengarunginya dengan perfect.
Sudah agak lama aku paham bahwa
keadilan itu bukan berarti membagi semua materi dengan sama rata, Namun
keadilan itu terdapat dalam hikmah pemberian. Contoh jika seorang ayah
mempunyai 2 orang anak yaitu si A dan si B, Si A bersekolah di perguruan tinggi
sedangkan si B bersekolah di SMP, Si Ayah bisa dikatakan adil dalam pemberian
uang saku kalau memang mempertimbangkan kebutuhan kedua anaknya, yaitu dengan
memberikan uang saku kepada si A dengan nominal yang lebih banyak daripada yang
diberikan kepada si B. Justru merupakan ketidakadilan jika si Ayah menyamakan
besar nominal uang saku yang diberikan kepada kedua anaknya. Seperti itulah
pemahamanku tentang keadilan dan sementara ini belum kutemukan pemahaman
tentang keadilan yang lebih bisa dipertanggung jawabkan. Sebelumnya aku pernah
bertanya-tanya jika memang Sang Pencipta Dunia ini adil, kenapa Dia
menciptakanku dengan keadaan yang dalam penglihatanku penuh kekurangan. Tapi
setelah aku menemukan konsep keadilan itu, aku menjadi paham dan justru semakin
kagum dengan keadilan Sang Maha Adil. Dengan kekaguman itu akhirnya menuntunku
untuk merasakan nikmatnya bersyukur.
Aku lanjutkan tulisanku ini, pada
tanggal 10 Januri 2011 bertepatan dengan hari senin. Sebuah hari yang menjadi
mulia karena telah lahir pada hari itu orang paling mulia yang pernah ada di
dunia fana ini. setelah vacum beberapa hari dalam menulis aku ingin melanjutkan
tulisanku dengan seadanya. sebenarnya kevacuman dalam menulis telah melanggar
peraturan yang dibuat oleh rencanaku sendiri yaitu harus membubuhkan tulisan
setiap hari dengan kuantitas yang tak aku beri batasan. Memang seperti itulah
aku belum pernah bisa konsisten dengan keinginanku sendiri. Aku belum mampu
loyal mewujudkan keinginanku yang sebenarnya cukup mulia menurutku tentunya.
Dalam kevacumanku salah satu penyebabnya adalah situasi dan kondisi beberapa
hari sebelum ini terlalu memeras intelek dan intuisiku yang akhirnya membuatku
mengalami frustasi ringan. Walaupun frustasi yang ku alami ringan, namun
itu sudah cukup membuatku tersengat,
sengatan yang hanya bisa kulepaskan bila aku mau segera memutuskan persidangan
pikiran, perasaan serta keadaanku sekarang. Hari ini yang terlintas dalam isi
kepalaku adalah bagaimana aku bisa terlepas dari jeratan hutang-hutangku, baik
itu hutang vertikalku ataupun hutang horisontalku.
0 komentar:
Post a Comment